Minggu, 25 Desember 2011

tradisi api-api/genen


Dieng menyajikan pemandangan indah, tapi lebih indah lagi suasananya. Kita memang dapat menemui panorama-panorama yang mengesankan di setiap sudut komplek wisata di Dataran Tinggi Dieng. Candi-candi peninggalan jaman dulu, 2 kali matahari terbit dengan warna emas dan perak, kawah-kawah aktif, dan masih banyak lagi. Tapi suasana di Dieng tidak kalah mengesankan. Dieng terletak di ketinggian lebih dari 2000 Mdpl sehingga memiliki suhu yang dingin. Rumah-rumah ditata unik agar angin-angin dingin sesedikit mungkin yang dapat masuk ke kelompok rumah mereka. Bentuk rumah juga tidak lagi seperti rumah-rumah gedong di perkotaan yang panas, rumah di Dieng memiliki tinggi yang sekedar cukup untuk masuk orang di dalamnya, mungkin lebih mirip dengan tinggi ruang penumpang di kapal penyeberangan. Pemilik rumah berharap dengan ruang yang semakin rendah, kemungkinan dingin mengisi ruangan rumahnya semakin sedikit, juga kemungkinan menghangatkan ruangan semakin besar.
Sebuah tradisi yang bagaimanapun juga akan sering kita pakai istilahnya, yaitu api-api. Sebenarnya malas sekali memakai kata yang sudah sering dipakai orang, tapi memang namanya api-api. Yaitu aktifitas berkumpul mengelilingi anglo yang didalamnya berisi arang membara sehingga orang di sekitarnya dapat merasa lebih hangat. Api-api biasanya dilakukan di ruang belakang rumah seperti dapur, mungkin karena bisa sekalian sambil memasak. Manusia pada hakikatnya memang banyak urusan, di aktifitas api-api inilah orang Dieng coba berkomunikasi dan saling membicarakan persoalannya masing-masing. Ada yang bicara soal kerjasama menanam kentang, transaksi pupuk kotoran kandang, sampai soal menjodohkan anak. Banyak persoalan warga Dieng yang mungkin diselesaikan di aktifitas api-api ini.
Bukan hanya warga Dieng, jika kita sedang berkunjung ke Dieng, orang Dieng akan dengan tulus menawari kita untuk bergabung dengan mereka mengelilingi anglo. Lalu salah satu di antara mereka akan mundur sebentar dan kembali lagi dengan segelas kopi panas nikmat untuk kita. Dapur sebenarnya merupakan ruang privat si pemilik rumah, jika ada orang baru datang ke rumah biasanya langsung dipersilakan untuk duduk di ruang tamu. Tapi di Dieng, orang asing bakal merasa bagai keluarga atau tetangga dekat si pemilik rumah, begitupun dengan obrolannya, akan lebih intim dari ketika di ruang tamu.
Sementara kabut putih mulai turun menyelimuti bukit di belakang rumah yang terlihat jelas dari dapur. Kopi juga masih hangat-hangatnya, pas sekali untuk dilewatkan ke dalam kerongkongan yang lagi dingin dan kering. Api di dalam anglo yang sedianya bakal menghangatkan tubuh ternyata tidak mampu menjangkau bagian punggung. Tapi untung gelak dan meriahnya pembicaraan di api-api bisa menghangatkan suasana, haha…nikmat kali mok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar